PERI KECIL
Aku hanya bisa duduk bersandar di
jendela kamarku sambil melihat derasnya hujan. Air mataku terus mengalir,
mengingat sosok cowok yang selalu menjadi pennyanggah hatiku. Aku selalu
mengingat masa itu. Masa dimana kebahagiaanku mencapai puncaknya. Masa dimana
aku tidak pernah takut karena ada dia. Elang. Itulah nama cowok yang kini
sedang aku tangisi keberadaanya. Disaat rapuh seperti ini aku selalu mengingat
Elang. Saat kegelisahan dan tekanan akan takdir pahit yang terus menggelayutiku
selalu mengingatkanku kepada Elang. Karena pada saat seperti ini dulu Elang
selalu menyiapkan bahunya untuk tempatku bersandar. Kuluapkan semua kesedihanku
dibahunya yang kokoh. Ketika aku sudah berada disampinya , aku sudah tidak
merasa takut lagi akan apapun. Keresahanku pun ikut terbang menjauh. Elang
selalu bisa memberikan kenyamanan untukku ketika aku sedang berada didekatnya.
Air mataku mengalir sederas hujan
dimalam ini. Kesedihanku sudah tidak bisa kubendung lagi. Aku hanya bisa
bersandar, menekuk kedua kakiku sambil menangisi Elang yang kini tidak ada
disampingku.
Elang, kamu dimana? Saat ini, aku
sangat membutuhkan dekapan hangatmu. Aku butuh bahu kokohmu untuk melepaskan
kesedihkuu. Aku membutuhkan tutur kata lembutmu yang menenangkan hatiku. Aku
merindukan kamu yang selalu mengelus kepalaku ketika aku tengah bersadar
dibahumu sambil menangis. Aku merindukan kecupanmu dikedua mataku setelah kau
mengapus airmataku. Aku rindu senyumanmu. Aku teramat lemah sekarang tanpa kamu
Elang. Aku terlalu rapuh untuk menjalani ujian hidup yang keras ini. Aku sangat
merindukanmu. Dimana kamu sekarang Elang?
Hatiku terus menjerit tentang
kerinduan. Rintihan hati yang sangat merindukan dekapan sosok cowok yang sangat
aku cintai. Derai air mata menjadi saksi bisu betapa aku sangat membutuhkanmu
saat ini. Dengan jutaan harapan semoga kamu merasakan apa yang aku rasakan saat
ini. Tolong dengar teriakan kesedihanku ini Elang dimana pun kamu berada.
( Hapeku berbunyi, satu pesan
singkat masuk. Dari Adrian)
“Sayang, besok sepulang sekolah
kita jalan ya.” Pesan itu membuyarkan semua lamunan tentang kerinduanku kepada
Elang. Adrian adalah pacarku sekarang.
Aku sudah pacaran dengan Adrian hampir enam bulan. Sebenarnya aku sangat tidak
mau tuterus-terusan memikirkan Elang karena saat ini aku sudah punya Adrian,
tapi aku tidak bisa begitu saja menghapuskan nama Elang dari hatiku. Ditambah
otakku ini dipenuhi dengan kenangan-kenangan indahku dulu sewaktu masih bersama
Elang. Disaat seperti ini otak dan hatiku selalu bertentangan. Aku sangat
bingung. Disatu sisi aku tidak bisa melupakan Elang, aku ingin kembali
kepadanya. Tapi disisi lain aku selalu mengingat kejadian malam itu, ketika
Elang memutuskanku begitu saja tanpa sebab setelah perjalanan cinta kami yang
hampir dua tahun. Aku masih ingat betapa sakitnya aku waktu itu. Dan aku takut
terulang kembali sakit itu kalau nantinya aku kembali kepada Elang. Sementara
disisi yang lainnya lagi aku merasa tak enak hati dengan Adrian. Karena selama
ini aku tidak sepenuhnya mencintainya. Sebagian hatiku sudah milik Elang
seorang.
Aku sangat membenci saat seperti
ini. Kebimbangan yang kian erat menggelayutiku. Kadang aku berfikir untuk
segera meninggalkan Adrian dan kembali kepada Elang. Setiap kali aku memikirkan
hal itu, selalu saja terlintas bayang-bayang luka yang Elang pernah berikan
kepadaku. Sedangakan aku tidak terlalu
bahagia dengan Adrian, diotakku dipenuhi dengan nama Elang setiap harinya. Tapi
Adrian sangat baik dan sabar menghadapiku. Meskipun dulu Elang juga sama
seperti Adrian sabar dan baiknnya, bahkan Elang lebih dari Adrian. Itu adalah
alasanku kenapa aku tidak mau menyakiti Adrian sampai saat ini. Sudahlah,
cukup, aku sudah tidak kuat dengan perdebatan dalam hatiku. Lebih baik aku
beranjak tidur.
***
Keesokan harinya sepulang sekolah
Adrian sudah menungguku didean gerbang. Bergegas aku menghampirinya. “Kita mau
kemana ian?” Tanyaku. “Kamu ikut ajaa sama aku, nanti juga tau.” Jawab Adrian.
Kemudian kami pun beranjak pergi..
Sepanjang perjalanaan aku hanya
terdiam, seolah tidak menikmati perjalanan ini. Padahal aku sedang jalan dengan
pacarku sendiri, tapi kenapa aku tidak menikmatinya. “Kamu kenapa Senja? Kamu
sakit yah? Kalau kamu sedang tidak enak badaan, kita pulang saja, tidak
apa-apaa ko.” Ucap Adrian mengkhawaatirkanku. “Oh, engga ko ian, aku ga
kenapa-kenapa.” Jawaabku sambil terenyum palsu.
Kami telah sampai disuatu tempat
rekreasi. “Rasanya aku tidak asing dengan tempat ini.” Gumamku dalam hati. “Ayo
ikut aku, kita naik bebek-bebekan. Kamu pasti suka.” Adrian kemudian menarik
tanganku menuju loket tiket. Ketik aku melihat sekeliling danau rekreasi ini
seketika hatiku terasa sakit. Kesedihan dengan cepatnya menggelayutiku. Aku
ingat tempat ini, ini adalah tempat yang pernah aku datangi dengan Elang dulu.
Saat itu aku sedang sedih karena dimarahi oleh mamahku. Kemudian Elang
mengajakku ketempat ini. Disini Elang mengembalikan senyumku yang sempat hilang
ditelan kesedihan. Kami saling bercanda selama diatas bebek-bebekan. Kami
berfoto bersama. Aku mencurahkan isi hatiku kalau aku saangat takut kehilangan
Elang. Tanpa kusadari air mataku menetes membasahi pipiku. Adrian yang
melihatku menangis langsung bertanya ada apa denganku. “Kamu gapapa Senja?”
Segera kuusap air mataku, kemudian aku tersenyum kepada Adrian. Aku sangat
takut kalau Adrian tau aku sedang memikirkan Elang sekarang. “Iyah aku gapapa
ko ian.” Ucapku.
***
Hari sudah mulai sore, aku dan
Adrian pun berajak pulang. Sepanjang perjalanan aku selalu melihat Adrian.
“Maafin aku ian, aku belum bisa mencintai kamu seutuhnya. Maafin aku kalau
selama ini kamu berdiri dibelakang bayang-bayang Elang yang tak bisa lepas dari
ingatanku. Kalau saja kamu bisa melebihi Elang dalam hal apapun, aku pasti bisa
dengan mudahnya melupakan Elang. Aku bukan bermaksud untuk menuntutmu menjadi
yang lebih baik dari Elang. Aku juga tahu, hal yang ada pada Elang belum tentu
ada di kamu, begitu juga sebaliknya. Aku tidak berani berjanji kepadamu kalau
nantinya aku bisa mencintai kamu dengan tulus. Tapi aku akan berusaha melakukan
itu untukmu. Dan kalaupun nantinya aku tidak bisa mencintai kamu dengan
sepenuhnya, aku mohon pengertian kamu.” Hatiku terus berucap sendiri. Kucoba
menahan air mataku. Aku merasakan kegundahan yang teramat besar. Aku sangat
bingung saat ini. Ditambah masalah yang sedang aku hadapi dirumah. Hmm, Tuhan,
begitu lelahnya aku dengan cobaanmu ini.
***
Sesampainya aku dirumah, sebelum
masuk kedalam, kucoba menarik panjang nafasku. Setelah aku sudah merasa sedikit
tenang dan siap, kulangkahkan kakiku untuk membuka pintu. “Kamu kemana saja
Senja baru pulang jam segini? Main mulu!” Sambutan yang sangat hangat dari
mamah. “Aku abis jalan mah, maaf kalau aku pulangnya telat.” Jawabku lirih.
“Kamu tuh ya males banget. Ga ada bantu-bantunya sama sekali. Kamu ga tau apa
kalau mamah tuh cape kerja sendirian. Sudah cape bekerja diluar buat sekolah
kamu sama adik-adik kamu. Dirumah juga cape karena kamu ga ada bantu-bantunya
sama sekali!” Ucap mamah. “Kenapa si mah aku selalu dimarah-marahin? Aku
bantu-bantu ko dirumah, nyuci piring, nyuci baju dan lain-lain. Tapi mamah ga
pernah ngehargain aku. Mamah Cuma bisa ngelampiasin emosi mamah yang harusnya
buat papah malah ke aku!” Kemudian aku berlari menuju kamarku dan mengunci
pintu.
Aku menangis tersedu diatas kasur
sambil memeluk boneka Timi Time yang diberikan oleh Elang. “Elang kamu dimana?
Aku sangat butuh kamu sekarang. Aku sudah tidak kuat lang dengan semua ini.”
Kuucap kata itu sambil tersedu-sedu. Dalam hal ini hanya Elang yang bisa
membuatku tenang. Elang paling tau semua tentangku, termasuk tentang keluargaku
yang broken home. Mamah dan papahku sudah berpisah sejak lama. Dulu setiap kali
aku merasa sendirian dan tidak ada yang perduli lagi terhadapku, aku selalu
menceritakan kepada Elang. Setelah aku bercerita dengan Elang, aku merasa lebih
lega dan nyaman karena kata-kata Elang.
Diluar hujan sangat lebat. Langit
terlihat sangat hitam. Petirpun sesekali meggelegar dengan kejamnya. Aku sudah
tidak tahan dengan kondisi ini. Rasanya aku ingin pergi saja dari rumah.
Kemudian aku keluar dari kamar sambil menangis. Ketika sudah sampai didepan
pintu, mamah bertnya kepadaku. “Kamu mau kemana Senja hujan-hujan seperti ini?
Kamu ga boleh keluar, diluar hujannya sangat lebat.” “Sebentar saja mah, aku
pusing dirumah.” Jawabku sambil berlari meninggalkan mamah yang kulihat tengah
menangis. Mungkin mamah mengerti apa maksud dari kata-kataku tadi.
Aku kini tengah berada dibawah
lampu jalan. Hujan kian deras membasahi tubuhku dan hatiku. Kujatuhkan lututku
kebumi. Isak tangisku tak juga reda. Aku tengah berada dalam keresahan yang
paling gelap. Tak ada cahaya sedikitpun. Cahaya yang kuharap berada
disampingku, tak juga muncul hingga saat ini. Aku berteriak ditengah derasnya
hujan yang seolah menhakimiku. “Tuhan? Kenapa begitu berat jalan takdirmu?
Kenapa kau bebankan aku dengan penderitaan yang tak kusanggup menopangnya
sendiri? Aku siap dengan takdirmu ini, tapi kenapa kau biarkan pergi orang yang
sangat berharga bagiku? Orang yang hanya dari dia aku merasakan kasih sayang
yang tak kudapatkan dari kedua orang tuaku! Kenapa kau biarkan penyanggah
kehidupanku berlalu mengilang meninggalkanku sendiri Tuhan? Aku tak sanggup
berdiri sediri tanpa tiang penyanggah. Untuk saat ini mungkin aku kuat
bertahan, tapi nanti? Suatu saat nanti aku pasti akan runtuh! Sementara,
malaikat yang kau kirim untuk menolongku, kini entah berada dimana. Aku sangat
merindukan dia Tuhan! Aku sangat merindukan Elang!” Aku sudah tidak tahu apa
yang terjadi denganku. Yang aku tahu kini aku sedang teramat sedih dengan
takdirku. Aku sudah lelah menangis, lelah menangisi Elang, lelah menangisi
tentang keluargaku, lelah akan semuanya. Sampai tiba-tiba. “Aku ada disini ko
peri kecil. Aku selalu ada didekat kamu, tepanya didalam hati kamu. Kamu
gaperlu protes sekeras itu kepada Tuhan. Seharusnya kamu bersyukur dan terus
tersenyum. Soalnya kalau kamu cemberut nanti manisnya hilang. Hehehe.” Aku
mengenal suara itu. Aku mengenal kata-kata itu. Jangan-jangan, Elang! Ketika
aku menoleh keatas, Elang tengah memayungiku dan berdiri disampingku sambil
tersenyum.
Kesedihanku berganti dengan rasa
haru. Air mataku terus menetes sambil menatap Elang dengan perlahan. Elang
masih terus saja tersenyum kearahku. Tanpa kusadari tubuhku langsung
menjatuhkan diri kedekapannya Elang. Kupeluk dia dengan erat dan penuh cinta.
Aku semakin tersedu-sedu dipelukan Elang. Elang terus saja mengelus-elus
kepalaku. Sangat nyaman dekapannya. Aku sangat merindukan dekapan ini. Dekapan
yang sudah tidak kurasakan lagi selama enam bulan. Kehangatannya masih sama.
Kelebutannya masih sama. Dan rasa cinta dari dekapan inipun masih sama.
“Kamu kemana aja lang? Aku kangen
banget lang sama kamu. Aku butuh kamu. Kamu memangnya tidak kangen sama aku?
Kamu sudah tidak sayang ya sama aku sampai kamu menghilang dari aku.” Karena
terlalu rindu dan bahagianya aku langsung saja aku sambut Elang dengan banyak
pertanyaan.
“Aku ga kemana-mana ko Senja. Aku
ada disini, selalu memperhatikan kamu. Aku tau semua yang terjadi sama kamu.
Jawab Elang masih dengan eratnya mendekapku.
“Aku kangen sama kamu lang, kangen
kita yang dulu, kangen kamu yang selalu ada buat aku, kangen semua cerita lucu
kamu, kangen senyum kamu, kangen semuanya yang ada dikamu.” Kuluapkan semua
kebahagiaanku kepada Elang. Seketika kesedihanku hilang entah kemana setelah
bertemu dengan Elang. Setelah sekian lama aku berdoa agar dipertemukan dengan
Elang, akhirnya tuhan mengabulkan doaku.
“Sekarang kita cari tempat
berteduh, kamu pasti sudah kedinginan karena main hujanan kan.” Ucap Elang
sambil melepaskan pelukannya kemudian mengajakku kesuatu tempat.
Elang mengajakku kesebuah minimarket yang
sudah tutup, mungkin karena hujan dan sudah malam jadi mini market ini tutup.
Aku dan Elang duduk disebuah bangku panjang. “Nih kamu pake jaket aku, kamu
pasti kedinginan kan soalnya baju kamu basah banget tuh.” Ucap Elaang. Kemudian
aku mengenakan jaket itu sambil bersandar di bahu Elang. Hatiku begitu tenang
dan nyaman ketika bersandar dibahunya Elang. Sihir Elang dengan cepatnya mebuat
aku merasa sangat hangat.
“Kamu tau kalau aku sangat merindukanmu
lang?” Tanyaku.
“Iyah aku tau.” Elang tersenyum.
“Kamu tau betapa rapuhnya aku tanpa
kamu lang?” Hatiku kembali meringis dan membuatku kembali menangis. Elang hanya
tersenyum. Dulu senyum itu selalu menghiasi hariku. Membut malamku penuh dengan
bintang, mimpiku selalu indah, dan selalu tidak sabar untuk bertemu dengan
Elang.
“Kenapa lang dulu kamu mutusin aku
tanpa sebab? Kalau seandainya kita engga putus dulu, mungkin sampai saat ini
aku selalu tersenyum. Kamu gatau kan lang gimana sakitnya aku waktu itu? Kamu
gatau kan lang gimana menderitanya aku tanpa kamu? Kamu gataukan kalau selama
ini aku Cuma jasad tanpa nyawa setelah pisah sama kamu? Aku ga bisa mencintai
cowok denga tulus, karena cinta aku sudah aku berikan buat kamu semua lang.
tapi kenapa kamu kecewain aku lang?” Aku terus berbicara kepada Elang. Kembali
kupeluk Elang dengan eratnya. Kuluarkan semua kerinduanku dan kelukesahku
dipundaknya. Malam ini tak henti-hentinya aku menangis, tapi untuk momen yang satu
ini aku menangis karena bahagia bisa bertemu dan memeluk Elang.
“Itu semua memang salah aku Senja.
Aku minta maaf sudah menyakiti kamu. Maafin aku yang sudah menyia-nyiakan cinta
tulus kamu.” Tengisku semakin jadi mendengar kata-kata Elang.
“Kamu tau kan lang kalau aku tuh
sayang banget sama kamu? Tapi kenapa kamu pergi lang.” Deru tangisku tak juga
membiru. Semakin sedih mungkin yang kurasa saat ini.
“Maafin aku Senja kalau aku belum
bisa jadi yang kamu mau.”
“Kamu gatau kan sekaarang aku kayak gimana?
Setiap hari aku menangisi kamu lang, berharap kamu kembali buat aku. Aku sedih
lang, biasanya kalau aku ada masalah sama keluargaku kamu selalu ada untukku,
membuatku kembali tersenyum dan membuatku nyaman. Aku sedih lang sekarang kamu
udah ga ada disamping aku buat ngejagain aku. Aku sdih lang sekarang udah ga
ada lagi pundak kamu buat aku jadiin makam pedih aku lang. aku sedih lang kamu
pergi. Kenapa kamu pergi lang.” Kulepaska pelukanku dari Elang. kemudian aku
menatap mata Elang. Elang hanya diam tidak membalas pertanyaanku.
“Kenapa kamu nyakitin aku lang?
Kenapa kamu ninggalin aku lang? Sekarang aku mau kamu balik sama aku, aku gamau
kehilangan kamu buat yang kedua kalinya lang.” Kujatuhkan kepalaku di dada
Elang. Air mataku membasahi baju Elang.
“Aku minta maaf Senja, waktu itu
aku memang sangat bodoh telah meninggalkan kamu. Aku juga sayang banget sama
kamu Senja, tapi kita ga bisa bersatu sekarang. Kamu masih punya Adrian.” Elang
memegang kedua pipiku dan mengapus air mataku.
“Aku gamau Adrian, aku maunya kamu
lang.”
“Engga Senja, itu Cuma perasaan ego
sesaat kamu aja. Aku tau kamu ga bisa mutusin Adrian kan? Dan aku tau
sebenarnya kamu masih taku kalau nantinya aku akan nyakitin dan ninggalin kamu
lagi. Sekarang dengerin aku. Kamu sama Adrian dulu, biarin aku disini
menikmanti sakit dan penyesalan yang udah aku buat sendiri. Biarin aku
merasakan sakit yang kamu rasakan dulu lewat kamu sama Adrian. Aku ga akan
kemana-mana, aku akan selalu ada disini buat nunggu kamu, sampai saatnya nanti.
Saat kau sudah percaya lagi sama aku, saat kamu sudah tidak memperdulikan rasa
sakit yang aku buat.” Aku terdiam mendengar kata-kata Elang. aku melihat Elang
menangisiku malam ini. Kami kini saling
menatap, air mata dengan lihainya berlinang dimataku dan dimata Elang. Aku
terharu melihat Elang menangisiku. Sangat terlihat jelas betapa Elang
mencintaiku. Aku bahagia karena Elang merasakan hal yang sama denganku.
“Kamu janji bakal nunggu aku?”
Tanyaku sedih.
“Iyah aku janji peri kecilku.”
Elang menghapus air mataku kemudian mencium kedua mataku.
Aku menghabiskan malam bersama
Elang. Mungkin ini akan menjadi malam terakhirku bertemu dengan Elang. Kami
saling melepaskan rindu selepas-lepasnya. Dengan hembusan angin malam sehabis
hujan yang menyelimuti kami. Suasanan tenang dan penuh cinta ini akan aku
nikmati dan aku ingat sampai nanti aku dipertemukan kembali dengan Elang. aku
berharap perpisahan ini akan jadi perpisahan terakhirku dengaan Elang. dan saat
kami dipertemukan kembali nanti, tidak aka nada lagi perpisahan diantara kami.
***
Sesampainya aku dirumah aku melihat
mamah sudah menungguku didepan pintu. Kemudian aku menghampirinya. “Maafin
mamah ya Senja. Mamah memang sudah keterlaluan. Kamu mau kan maafin mamah?”
Ucap mamah sambil menangis. “Pasti mah, aku pasti maafin mamah. Maafin aku juga
ya mah belum bisa jadi anak yang baik buat mamah.” Kuhamburkan tubuhku dipelukan
mamah. Isak tangisku dan mamah membias mala mini menjadi lebih indah. terlebih
aku mengahabiskan malam ini dengan Elang.
Sebelum Elang pergi, ia memberika
sebuah surat untukku. Aku segera membukanya dikamar sambil merebahkan tubuhku.
“Untuk Senja peri kecilku. Jangan pernah bersedih dan mengeluh tentang takdir
tuhan. Kamu pasti bisa untuk melewati semua itu. Ketika kamu sudah merasa
dipuncak kekuatanmu, segera kamu temui aku untuk melepaskan kesedihanmu. Aku
selalu menunggu kedatanganmu. Maafkan aku kerena telah mengecewakanmu. Sekarang
cobalah untuk mencintai Adrian dengan sepenuhnya cintamu. Biarpun aku tau,
baying-bayangku tak akan hilang dari hatimu. Dan ingat, suatu saat Tuhan akan
menyatukan kita kembali. Saat ini aku ikhlaskan kamu untuk Adrian. Tapi nanti,
untuk sisa hidupku dan hidupmu, aku berharap saat itu dalah saatnya aku dan
kamu memadu kasih untuk selamanya. Aku sangat mencintaimu dan tidak ingin
kehilanganmu lagi. Aku menunggumu sampai saatnya tiba nanti, sambil menikmati
penyesalanku. Maafkan aku. Elang.
Aku menangis membaca isi surat itu.
Kembali teringat semua kenangan manis yang sudah aku lewati bersama Elang. Air
mataku berlinang tak terurai. Aku berjanji Elang, suatu saat nanti kita akan
dipertemukan, dan kita akan menghabiskan sisa hidup kita bersama. Aku juga
sangat mencintaimu Elangku.
Sebuah cerita pendek karangan Gesang Aji Saka ketika tengah merindukan seseorang.
Komentar
Posting Komentar