Analisa Penulisan

DPRD Minta Jokowi Kurangi Jalan-jalan

JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo diminta untuk tidak terlalu sering turun ke lapangan dan lebih memikirkan sejumlah permasalahan lain yang lebih penting. Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Selamat Nurdin meminta Jokowi agar memperhatikan nasib Blok A Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Menurut Nurdin, persoalan Blok A Tanah Abang lebih krusial ketimbang jalan-jalan ke lokasi permukiman warga. "Jangan sampai Blok A Pasar Tanah Abang jatuh ke tangan swasta. Ini persoalan bisnis dan Blok A itu aset Pemprov DKI. Kalau bisa, kurangi sedikit jalan-jalannya, lihat berkas lama PD Pasar Jaya," ujar Nurdin, Jumat (19/10/2012).

Politisi PKS itu mendesak Jokowi segera mengambil langkah nyata demi menyelamatkan Blok A Pasar Tanah Abang. Menurutnya, Jokowi harus memberikan opininya sehingga bisa menyelamatkan Blok A.

Sebagai catatan, Blok A Pasar Tanah Abang terancam terlepas dari tangan Pemprov DKI karena PT Priamanaya Djan International (PT PDI) telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Direktur Utama PD Pasar Jaya Djangga Lubis mengatakan, persoalan tersebut terkait perjanjian kerja sama antara PD Pasar Jaya dan PT PDI yang seharusnya berakhir pada 2008, lalu diperpanjang hingga 16 Desember 2009, dan kemudian status quo hingga 1 April 2011.

Persoalan ini juga sudah diaudit investigatif oleh Badan Pengelola Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dari audit yang terbit pada 26 Maret 2012, ada indikasi kerugian negara dari pendapatan yang tidak dapat direalisasi sekurang-kurangnya Rp 179,56 miliar. Selain itu, kerugian juga ditimbulkan karena tertundanya kesempatan Pasar Jaya untuk mengelola Pasar Blok A.

Jokowi yang sempat ditanya mengenai persoalan ini mengaku belum mengetahui akar permasalahan sengketa kepemilikan Blok A Tanah Abang itu. "Saya tidak tahu. Masalah di Jakarta banyak sekali. Saya harus pelajari satu-satu, baru saya bisa komentar," ujarnya.
Kompas.com - 19/10/2012

ANALISA

Penulisan judul dalam berita tersebut sangatlah sesuai dengan EYD, kita bisa melihat dari penulisan kata "Jalan-jalan" bukan "Jalan - jalan". Karena, kata ulang dituliskan dengan menggunakan tanda hubung di antara kedua unsurnya tanpa spasi. Tetapi masalahnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum menyadari kaidah penulisan kata ulang ini.

Dalam artikel ini juga terdapat akronim dan singkatan. Akronim adalah kependekan yg berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yg wajar. Singkatan adalah hasil menyingkat (memendekkan), berupa huruf atau gabungan huruf.
Akronim : Pemprov (Pemerintah Provinsi).   
Singkatan : DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), DKI (Daerah Khusus Ibukota), PD (Perusahaan Daerah), PT (Perseroan Terbatas), PKS (Partai Keadilan Sejahtera), BPKP (Badan Pengelola Keuangan dan Pembangunan).

Kemudian lihat pada paragraf ke-empat, penulisan "PT Priamanaya Djan International" sudah benar. Sebab, penulisan singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi maupun di dalam akronim yang sudah diterima oleh masyarakat tidak memakai tanda titik setelahnya.

"Jangan sampai Blok A Pasar Tanah Abang jatuh ke tangan swasta. Ini persoalan bisnis dan Blok A itu aset Pemprov DKI. Kalau bisa, kurangi sedikit jalan-jalannya, lihat berkas lama PD Pasar Jaya," ujar Nurdin. Kalimat tersebut merupakan contoh kalimat langsung yang terdapat dalam artikel ini. Kalimat langsung adalah sebuah kalimat yang merupakan hasil kutipan langsung dari pembicaraan seseorang yang sama persis seperti apa yang dikatakannya.

Dalam paragraf ini, juga terdapat penulisan yang tepat, terdapat pada penulisan "status quo". Karena kata "status quo" adalah kata dari Bahasa Inggris yang belum terdaftar kedalam Bahasa Indonesia. Sehingga, belum dapat dikatakan sebagai kata serapan dan ditulis dengan Italic.

Terdapat pula penulisan yang belum sesuai dengan kaidah penulisan seperti terdapat pada paragraf ke-lima pada penulisan "Rp 179,56 miliar" yang seharusnya ditulis "Rp179,56 miliar" karena yang sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah penulisan mata uang tidak diikuti dengan titik maupun spasi, jadi setelah penulisan mata uang, langsung disambung dengan nominal angka.








Komentar